Selasa, 16 Agustus 2016

Kaca Pembesar Yang Membesarkan Hati



Outing kantor kali ini mewajibkan setiap karyawan untuk menggunakan dress code saat acara makan malam di malam terakhir. Tidak tanggung-tanggung, dress code yang diminta adalah “agent” atau “superhero”,  senada dengan tema acara “agent of change”.  Semua orang berpikir keras untuk mengekspresikan dirinya melalui dress code tersebut. Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, kemudahan dan kenyamanan berpakaian, akhirnya saya menggunakan kostum ala Sherlock Holmes. Baju dan coat semua ada, hanya modal topi khas Sherock Holmes yang dikenal dengan nama deerstalker cap, yang akhirnya saya beli online. Soal senjata, detektif Sherlock Holmes cukup menggunakan kaca pembesar, sederhana dan ramah lingkungan.

Topi Sherlock Holmes yang super keren ini hasil belanja online :)

Secara penampilan, sebenarnya tidak ada yang spesial dengan kostum Sherlock Holmes. Diantara semua perlengkapan tersebut, kaca pembesar yang saya temukan kembali di rrumah menjadi sangat spesial untuk saya. Kaca pembesar ini dibeli almarhum Bapak sekitar 14 tahun lalu, untuk membaca pengumuman ujian masuk perguruan tinggi negeri (waktu itu namanya SPMB, dan sekarang namanya SBMPTN)

Saya masih ingat dengan jelas, hari kelulusan itu. Sebenarnya hari itu saya merasa kesal dengan Bapak. Pengumuman SPMB sudah dapat diakses online sejak jam 00.00. Waktu itu di rumah kami tidak ada akses internet, sehingga saya berharap malam itu Bapak bisa mengantar saya ke warnet untuk melihat pengumumannya. Sayangnya, sebagai pemadam kebakaran, hari itu bersamaan dengan giliran hari tugasnya. Jadwal tugas Bapak adalah satu hari kerja (full 24 jam) dan satu hari libur. Saya sempat meminta Bapak untuk tidak masuk kerja sehingga bisa menemani saya ke warnet, tapi beliau tetap pergi kerja sesuai panggilan tugasnya. Saat itu saya merasa kesal, bahkan marah karena merasa Bapak tidak peduli.

Saya pun tidak bisa tidur semalaman hingga akhirnya pagi jam 5.30 saya memberanikan diri pergi sendirian ke warnet dekat rumah. Sialnya, karena se-Indonesia raya mengakses website pengumuman SPMB pada saat yang bersamaan, maka akses website pun semakin lambat. Setelah cukup bersabar karena tak kunjung berhasil membuka laman pengumuman, akhirnya sekitar jam 7 pagi, saya pun pulang dengan tangan kosong dan masih dengan rasa penasaran.

Berbagai perasaan berkecamuk saat itu, karena saya masih belum tahu hasil ujian saya apakah diterima atau tidak. Semakin gelisah, karena saya sangat berharap dari hasil ujian ini. Sampai di rumah, saya pun dikejutkan dengan kehadiran Bapak yang sedang duduk bersantai di teras rumah sambil minum teh, memegang koran berisi pengumuman SPMB dan sebuah kaca pembesar untuk membaca. Dengan santai, Bapak menegur saya, “gak bisa kan lihat di internetnya, sini lihat di koran aja, Bapak gak bisa bacanya, hurufnya kekecilan,” katanya sambil menyerahkan koran dan kaca pembesar ke tangan saya. Saya pun langsung membuka lembar demi lembar dan berusaha mencari nomor ujian saya, tentunya dengan jantng yang masih berdegup kencang, harap-harap cemas untuk melihat nomor ujian saya. Beruntung ternyata saya dinyatakan lulus, untuk pilihan ke dua, Psikologi. Rasa bahagia saat itu langsung melunturkan semua kekesalan saya kepada Bapak.

 Kaca pembesar yang usianya sudah 14 tahun

Saya masih ingat jelas gurat bahagia dan kebanggaan Bapak saat membaca pengumuman, bahkan beliau sendiri kemudian menstabilo nomor ujian saya yang tertera di koran. Komentar singkatnya saat itu juga membesarkan hati saya, “tuh kan bisa, lulus SPMBnya, gak apa-apa di pilihan kedua. Kalau gak suka atau gak cocok, tahun depan boleh coba lagi.” Bapak sangat tahu saya sempat ragu manakala beliau meminta saya tetap berkuliah di Jakarta yang berarti harus memilih UI untuk dua pilihan jurusan yang saya ambil. Setelah peristiwa kelulusan itu, Bapak masih menyimpan rapi potongan koran berisi nomor kelulusan ujian dan juga kaca pembesarnya. Katanya, “ini buat kenang-kenangan, disimpan.”

Empat belas tahun kemudian, saat mencari perlengkapan kostum sebagai detektif Sherlock Holmes, saya kembali menemukan kaca pembesar yang dulu kami gunakan untuk mencari nomor ujian tanda kelulusan SPMB. Kaca pembesar yang hanya sekali saya gunakan, di salah satu peristiwa terpenting dalam hidup saya. Kaca pembesar yang harganya mungkin (saat itu) tidak lebih dari seratus ribu rupiah, tapi sekarang nilainya sangat tinggi untuk saya. Kaca pembesar yang bukan hanya membantu untuk melihat huruf menjadi lebih jelas, tetapi membantu saya untuk melihat lebih jelas betapa sebenarnya Bapak sangat peduli dan perhatian bahkan terhadap hal detail dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan. Kaca pembesar yang membantu saya melihat lebih jelas besarnya cinta bapak kepada saya. Maafkan saya yang membutuhkan waktu terlalu lama untuk dapat melihat betapa kaca pembesar itu tidak hanya berfungsi sesuai fisiknya, tetapi sebenarnya telah membesarkan hati kami melihat hal-hal kecil menjadi lebih indah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar